Rabu, 18 April 2018

Senyuman Instagram @Hhonhon






                                   'Aku harap kalian selalu tersenyum saat melihat karyaku.'

Semenjak muncul media sosial bernama instagram, aku semakin senang untuk membagikan kenangan-kenanganku di sana. Sampai entah kenapa instgram sudah seperti candu untukku. Bukan candu lagi mungkin, tapi media sosial yang patut kuacungi jempol.

Di tahun 2014,  postinganku hanya berisi foto-foto kenanganku dengan teman dan keluargaku. Sampai aku harus berusaha memposisikan kamera aponselku atau gayaku supaya mendapat foto yang bagus untuk kuposting ke instagram. Belum lagi aku harus edit foto tersebut supaya nyentrik di instagramku. Karena kalau tidak salah waktu itu sedang muncul istilah instagramable dan instagram menjadi media sosial bisa menjadikan sosok manusia biasa menjadi manusia luar biasa dengan beberapa fotonya yang diunggah di sana.

Setelah foto-foto, aku memutuskan untuk memposting gambaranku di sana. Saat itu aku belum bisa menggunakan tab-ku sebagai alat untuk berkarya. Aku hanya menggambar di atas kertas lalu memfoto hasil gambaranku itu. Kalau dirasa sudah oke, aku unggah foto tersebut ke instagram. Saat itu aku benar-benar masih memperdulikan like dan comment. Aku gila akan instagram saat itu.

Kenapa like di postinganku tidak banyak seperti orang lain? 

Aku harus posing apa supaya orang-orang like fotoku di instagram?

Uuugghh ... pengen banget deh jadi selebgram kayak orang lain.

Kenapa ya gambar orang lain bisa sebagus dan dilike banyak orang begini?

Itu beberapa pikiran yang pernah kupikirkan dulu.

Aku sadar bahwa pemikiran seperti itu tidak sepatutnya ada.

Aku sadar bahwa pemikiran itu salah.

Aku juga sadar bahwa jika aku berpikir seperti itu, aku tidak hanya akan fokus pada ketenaran bukan kebahagiaanku.

Instagram memang menjadi media sosial yang kubutuhkan, tapi jika aku membawa instagramku dalam hal yang yang salah dan dapat membuat hati dan pikiranku menjadi buruk dan hitam, aku tidak akan bahagia dan akan terus memikirkan sesuatu yang tidak penting untuk duniawi.

Setelah itu aku menghapus beberapa fotoku dan berusaha untuk berkarya. Dari mulai hanya memfoto hasil gambarku di kertas, mengunggah hasil gambaranku yang masih mencontek dari gambar lagi, hasil gambaranku yang tidak sesuai dengan yang kuinginkan, dan lain sebagainya. Hingga aku menemukan karyaku sendiri di tahun 2017.

Apa yang membuatku senang ketika main instagram?

Sejak kejadian pikiran-pikiran salahku, aku memutuskan untuk berhenti berpikir seperti itu. Biarkan aku berkarya dengan keinginanku, bukan mengharapkan  like dari orang lain. Aku tidak peduli jika orang-orang akan menyukai karyaku atau tidak. Akhirnya aku memutuskan untuk menggambar sesuai keinginanku dan mengunggahnya di instagram.

Aku selalu bilang pada diriku sendiri, jangan mengharapkan apapun dari orang lain. Jangan berharap like dan comment yang banyak di instagram. Fokus saja pada semua usaha kamu, Hon.

Hingga saat itu tiba, fitur instagram menambahkan fitur swip untuk postingan instagram. Aku manfaatkan hal tersebut untuk menulis cerita bergambar. Saat itu, 10 Mei 2017 aku memutuskan untuk menjadikan instagram dan menjadikan cerita bergambarku bisa membuat semua orang tersenyum dengan karyaku.

"Seenggaknya kamu haru bisa ngeliat orang lain tersenyum dengan semua karya kamu nanti, Hon."

Aku terus melatih gambarku, aku terus berusaha memperbaiki gambar dan ceritaku. Aku berusaha mencari ide-ide sederhana tapi menarik agar ssemua orang bisa tersenyum dan tertawa melihat gambar dan ceritaku. Sejujurnya, saat menggambar pun aku tidak memikirkan apapun kecuali aku bisa bahagia ketika menggambar itu. Intinya, yang penting aku bahagia dan nyaman saat menggambar.

Dan tibalah saat orang-orang mulai melihat karyaku. Ada alasan kenapa terkadang aku menolak ide-ide atau request gambar dari orang lain. Karena aku berbeda, aku hanya bisa menggunakan ideku sendiri untuk kutuangkan dalam gambar. Itulah sebabnyak terkadng aku bilang, nanti ya atau aku nggak nerima request gambar.

Apakah aku bahagia saat orang-orang mulai bisa menikmati dan tersenyum ketika melihat karyaku? Tentu, tentu aku sangat bahagia. Bagaimanapun kebahagiaan mereka adalah kebahagiaanku juga. Aku senang jika mereka bisa tersenyum dan tertawa saat melihat karyaku muncul di timeline instagram mereka. Dan itulah alasan kenapa aku selalu mengunggah gambar yang sifatnya ceria. Karena aku tidak suka cerita sedih. Karena niatku juga ingin membuat orang lain tersenyum melalui karyaku.

Seseorang telah berpesan padaku, "Terus berkarya untuk menghadirkan senyuman manusia di dunia."

Jadi, sekarang sudah paham kan kenapa gambaranku sifatnya ceria semua? :)

Semata-mata hanya karena  aku ingin membuat mereka tersenyum. Cukup.

Untuk kamu yang tersenyum, terima kasih.
Share:

Rabu, 04 April 2018

#Tentangkerjaku



"Aku pikir bekerja itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Semua tidak sesuai dengan apa yang kuharapkan dulu."


Dulu, saat aku masih menyandang status sebagai mahasiswa, aku pikir bekerja itu menyenangkan. Aku akan menemukan dunia orang-orang dewasa di kantorku nanti. Aku pikir, nanti setelah lulus kuliah, aku akan bekerja di Jakarta, pagi-pagi buta mengejar bus untuk sampai ke kantor, bekerja menggunakan seragam yang super keren, saling sapa dengan teman kantor yang lain, hang out dengan teman dekatku di kantor, dan aku masih berpikir bahwa nanti aku akan bekerja di salah satu media ternama di Jakarta.

Oh kawan, betapa indahnya membayangkan semua itu saat aku masih duduk di bangku kuliah. Menyenangkan sekali mengkhayal dengan teman-teman tentang pekerjaanku nantinya. Aku akan ini, aku akan itu, aku akan bekerja di sini, mengenakan itu, dan peikiran-pemikiran anak remaja yang sangat ingin bekerja di Jakarta.

Jujur saja, dulu ketika mahasiswa aku sangat tidak tertarik dengan dunia Jurnalistik. Apa yang kuharapkan dari jurusan tersebut?

Aku tidak mahir dalam menulis berita, aku tidak mahir untuk berbicara di depan kamera, bahkan aku terlalu takut untuk sekadar wawancara narasumber. Terlalu malu dan minder lebih tepatnya. Tapi lambat laun aku jadi semakin menyukai dunia jurnalistik. Aku suka menulis.

Dari sana cita-citaku menjadi seorang presenter ternama mulai muncul. Kupikir nanti akan ada saatnya aku terjun ke dunia jurnalistik sebagai reporter traveling, karena dulu aku sangat senang jalan-jalan.

Tapi ternyata setelah aku lulus, Allah mengubah jalurku menjadi perempuan yang menyandang status sebagai tim marketing di salah satu start up pemrograman di Bandung.

Lihatlah kawan, aku yang sekarang sangat berbeda dengan yang aku cita-citakan dulu. Aku yang sekarang sudah terkapar di Bandung, bukan di Jakarta. Aku yang sekarang hanya berjalan kaki untuk sampai kator karena jarak antara tempat kos dan kantor sangat dekat.

Hei, ini bukan sesuatu yang kubayangkan. Sudah kubilang bahwa dulu aku berpikir, aku akan ke kantor dengan mengejar bus untuk sampai ke kantorku.  Bahkan aku yang sekarang tidak harus susah payah berdandan menor atau berpakaian rapih ke kantoku. Cukup dengan kerudung bergo, parka hitam, rok jins dan kaus kaki. Terkadang aku hanya menggunakan sandal jepit berwarna merah muda yang selalu aku pakai untuk ke wc saat aku malas menggunakan sepatu sandalku ke kantor. Semuanya serba biasa. Terakhir, aku hanya tinggal membawa tasku yang berisi mukena, hp, tab untuk menggambar, dan laptop untuk mendata sesuatu.

Mungkin kamu akan berpikir, sekarang memang sudah biasa kantor dengan konsep seperti itu. Bahkan kantor Google pun konsepnya sangat santai.

Well, ya, itu memang benar. Tapi sekali lagi, semua itu sangat berbeda dengan apa yang kupikirkan tentang 'bekerja' saat aku kuliah dulu.

Bekerja itu membosankan.

Aku pernah bilang ke mama, " Ma, ternyata kerja bisa ngebuat bosan ya?"

"Pasti ada saat-saat seperti itu. Jalanin aja," jawabnya.

Setelah kupikir lagi, kenapa aku terus seperti ini? Ini semua membuatku bosan. Rutinitasku selalu seperti ini. Bangun tidur, sarapan pagi, berangkat kerja, bekerja sampai jam 5 sore, pulang kerja, mandi lalu tidur. Hari esok pun akan seperti itu.

Kupikir ini sangat berbeda dengan apa yang kulakukan saat kuliah dulu. Ada ataupun tidak ada tugas, aku masih sempat nongkrong bareng teman-temanku, aku masih sempat tertawa bareng dengan mereka, aku masih sempat berdiskusi asyik dengan mereka.

Mungkin kamu pernah mendengar kata-kata ini: Nanti kalau udah kerja, kamu nggak bisa lagi nikmatin semuanya seperti di sekolah atau kuliah.

Oke, mungkin kata-kata itu ada benarnya juga.

Sekarang? Aku sendirian. Bahkan di kantor pun aku perempuan sendiri.

Apa ada yang salah? Tentu saja ada. Aku jadi tidak punya tempat curhat dan lain semacamnya. Kamu mungkin tahu rasanya sendirian. Tidak ada teman perempuan seusiamu dalam satu lingkunganmu. Itu yang kurasakan.

STOP!!!

BERHENTI MEMIKIRKAN HAL ITU!!

Maaf karena aku sudah memberitahumu sesuatu yang tidak penting.

Aku hanya ingin bilang bahwa itu hanya pemikiranku sesaat. Itu hanya pikiran negatifku tentang pekerjaan yang sedang kulakoni sekarang. Bukankah sah-sah saja jika aku menganggpanya seperti itu?

Hei kawan, jika kamu berpikir seperti apa yang kupikirkan, mari kuajak kamu ke jalan yang -mungkin- membuat otak dan dirimu lebih menerima keadaanmu sekarang.

Aku selalu dibekali perkataan seperti ini:

"Hon, kamu bersyukur udah dapat kerjaan sebeum kamu wisuda. Coba lihat orang-orang yang lain, belum tentu mereka seberuntung kamu sekarang. "

Saat itu aku berpikir, betul juga.

Dari sana aku bersyukur bahwa Allah telah memberiku pekerjaan sebelum aku lulus wisuda, walaupun aku harus keteteran mengerjakan revisi skripsi dan jurnalku di kampus. Tapi sekali lagi, aku bersyuku.

Dulu aku pikir bahwa bekerja dengan mengejar bus setiap pagi itu menyenangkan, tapi aku berpikir lagi, aku adalah perempuan pemalas yang tidak terlalu senang hal-hal yang menyulitkan untuk diriku sendiri.

Ada yang bertanya padaku, "Hon, kamu lebih senang kerja formal atau nonformal kayak konsep kantor kita sekarang?"

Aku berpikir sebentar lalu menjawab dengan santai. "Dulu aku pikir kerja pakai seragam itu keren. Enak aja gitu dilihatnya. Rapih. Tapi setelah ke sini dan ngerasain kerja di kantor ini, aku pikir aku bukan tipe perempuan yang senang dipaksa dan selalu santai. Jadi ya ... aku senang dengan konsep begini. Santai, tidak memaksa."

Lagi. Aku bersyukur ditempatkan di tempat kerjaku sekarang. Aku lebih santai dan tidak ditekan dari sisi manapun. Walau terkadang aku tertekan dengan keadaanku dan mereka yang -mungkin saja- menjadi tanggung jawabku. Sedikitnya aku merasa bersalah jika apa yang kantorku inginkan tidak sesuai atau berjalan dengan semestinya.

"Hon, sekarang nggak ada kelas ya?"

"Iya. Tapi minggu depan ada kok," ujarku sambil tersenyum paksa. Lagi, aku menjadi salah satu orang yang berpikir bahwa aku merasa bersalah karena kerjaku yang tidak baik. Aku santai, tapi aku selalu memikirkan hal-hal sederhana yang semestinya itu bukan masalah yang harus dipikirkan,

"Yah, nggak dapet makan deh kita."

Sejujurnya perkataan itu membuatku merasa bersalah. Tapi bukan aku namanya jika aku sedih terlalu lama. Aku akan bilang pada diriku: Tenang, Hon. Semua akan membaik pada waktunya. Toh roda pun berputar. Berdoa saja supaya semuanya berjalan dengan lancar.

Setelah itu aku kembali ke rutinitasku setiap hari. Walau seperti itu, aku senang bekerja di sini. Semuanya seakan berjalan dengan lancar. Allah memang Maha Baik.



Jika kamu bertanya, apakah aku tidak risih bekerja dengan semua teman kerjaku yang laki-laki atau kamu mungkin akan bertanya, apa aku tidak kesepian bekerja di sini tanpa perempuan sebagai temanku?

Oke, mungkin aku selalu berharap bahwa akan senang rasanya memiliki teman perempuan di kantor. Tapi mari kita lihat di sisi positifnya. Aku menjadi perempuan -sedikit- pendiam dan tidak begitu kecanduan untuk bergosip di kantor. Walau begitu, aku tetap tertawa, bercanda dan saling berbagi cerita dengan teman kantorku. Itu menyenangkan.

Aku menikmati semua itu.

Dan satu lagi. Sebelum aku bekerja, aku selalu berdoa pada Allah, semoga akan ada tempat kerja yang bisa mengubahku menjadi sosok perempuan yang lebih baik lagi.

Allah menjawab itu dengan cepat. Walaupun aku tidak duduk di kantor yang sesuai dengan jurusanku, walaupun aku tidak bekerja sebagai seorang jurnalis atau presenter traveling, walaupun aku tidak punya keahlian khusus yang membanggakan seperti teman kantorku yang lain. Tapi aku tetap bahagia.

Oh ayolah kawan, semua pikiran negatif harus dihapus. Ganti itu dengan pikiran postif dan sangkut pautkan itu dengan Allah. Semua akan baik-baik saja. Sebosan apapun kamu dengan kantormu, akan ada jalan di mana kamu tidak akan bosan nantinya. Entah itu dengan kamu dipindah tugaskan, mendapat teman baru, mendapat sesuatu yang lebih baru lagi di kantormu, mendapat pekerjaan yang lebih membuatmu nyaman di kantor, atau apapun yang bentuknya akan menyenangkan diri dan pikiranmu.

Mari kita ganti dari bekerja itu tidak menyenangkan menjadi 'bekerja itu sangat menyenangkan!!"

Syaratnya, kamu harus bisa melihat semua dari sisi positifnya, kamu harus besyukur, jangan lupa untuk bersedekah ketika kamu sudah mendapat gaji, santaikan dirimu dengan apa yang kamu sukai ketika rasa bosan menghampirimu, dan terakhir....


BERPIKIRLAH BAHWA PEKERJAAN INI AKAN JADI PENGALAMAN BERHARGA UNTUK KAMU NANTINYA.

"Hon, sebelumnya pun kamu udah tau kalau kantor kita ini start up."

"Iya tau," jawabku pendek. Aku taHu dia akan melanjutkan kata-katanya.

"Dulu saya bekerja di kantor yang semua karyawannya jauh dari Allah. Entah itu mabok-mabokan, dugem dan lain sebagainya setelah pulang kantor. Emang nggak semua sih, tapi sebagian memang seperti itu. Akhirnya kita mendirikan start up pemrograman ini. Saya bersyukur bisa kerja di sini dengan semua orang yang ketika adzan, semuanya bubar dan sholat."

Aku hanya mengangguk setuju. Ini dia sisi positif yang kuambil dari kantorku. Semua mengingatkanku untuk selalu bersyukur dan dekat dengan Allah.

"Mungkin kamu ada kepikiran untuk pindah dari sini?" tanyanya.

"Iya ada, tapi enggak tau kapan. Mungkin setahun, dua atau lima tahun lagi." Aku terkekeh mendengar jawabanku sendiri.

"Ngak apa-apa. Seenggaknya kerja di sini bisa jadi pengalaman kamu kedepannya, karena nanti kamu pasti butuh portfolio untuk ke perusahaan lain."


Lagi, aku mengangguk.

Aku mungkin akan pindah dari sini atau mungkin akan mengabdi di sini. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi satu yang selalu kudoakan selalu, semoga start up yang sedang mereka jalani bisa maju dan berkembang sesuai yang mereka inginkan. Dan semoga kehadiranku bisa membuat start up ini membaik dan lebih membaik lagi.

"Obrolan ini jangan bilang ke siapa-siapa ya, Bang."

"Iya iya."




*Mungkin kamu yang sudah bertahun-tahun bekerja punya pengalaman seperti ini. Alangkah baiknya jika kamu berbagi denganku apa yang kamu lakukan ketika kamu sudah bosan dengan suasana kantor di kolom komentar :)





Share:

Rabu, 07 Maret 2018

Coffee Latte (1)


Aku meminum kopi latte hangat. Orang bilang, jika aku suka meminum kopi latte, aku akan merasa diriku adalah orang paling menderita di dunia. Ini manis, tapi membuatku frustasi.


Bandung, 11 Mei 2017

Aku mendekam di dalam kosanku yang tidak terlalu besar namun panas. Aku mengusap keringatku dengan perlahan lalu membuka tab Samsung milikku. Sekadar memantau apa yang sedang menjadi perbincangan hangat di sosial media, terutama Instagram. Hei, ada pesan masuk.

"Mohon maaf, kalau boleh tanya. Apakah ilustrasi yang ada di IG Anda, Anda yang buat?"

Belum sempat kubalas, pesan selanjutnya muncul dari si pengirim yang belum kukenal sebelumnya.

"Oh maaf saya baru liat. Memang itu ilustrasi yang Anda buat. Semoga lain kali kita bisa bekerja sama."

Aku tak  tahu siapa dia. Kusempatkan membalas pesan dia dengan "Aamiin." saja, lalu kembali melanjutkn aktifitasku yang sempat tertunda.

Aku tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa keajaiban akan muncul setelah pesan itu datang. Pesan dari si pengirim asing yang tidak kugubris sama sekali. Aku hanya iseng membuka instagramnya dan melihat-lihat fotonya. Tidak ada yang istimewa.Setelah itu aku keluar dari instagram dan kembali menonton drama korea dengan temanku.

Bandung, 16 Mei 2017

Aku, perempuan penyendiri yang susah untuk keluar kosan. Bagiku kosan kecil nan panas ini sudah menjadi tempat ternyaman di Bandung. Aku menghabiskan waktuku di sana. Tak peduli apakah aku kenal dengan teman kosanku atau tidak, aku cukup  nyaman dengan kehidupanku yang kala itu hanya bergelut dengan skripsi dan order gambar. Oh, saat itu skripsi menjadi salah satu benda yang membuatku selalu ingin membantingnya. Aku tidak kuat.

Tring. 

Oh, ada pesan datang di Instagram.

"Assalamualaikum Hon.
Saya punya teman editor di sebuah penerbitan.
Mereka sepertinya tertarik dengan karya-karyamu.

Btw, sekarang kamu sedang TA ya? Kalau boleh tahu
TA-nya tentang apa? Siapa tahu bisa diterbitkan.
Dan bolehkah saya minta kontakmu? 
Terima kasih  sebelumnya."

Aku terdiam. Tidak kubalas pesannya selama beberapa detik. Aku hanya berpikir bahwa apakah ini nyata? Hei, ada satu penerbit yang suka dengan karyaku!

Aku memberikan tabku pada temanku yang kebetulan sedang main di kosanku. Kulihat dia membuka matanya lebar-lebar. Ya, dia tahu keinginanku, dia tahu apa yang sedang kuharapkan, dan dia tahu apa yang sedang kucita-citakan. Dia bilang ini kesempatakanku. Dia pun menyuruhku untuk cepat membalas pesannya.

Aku pun membalas pesannya.

"Waalaikumsallam. 
Maaf baru balas kak. 

Iya ini saya lagi TA. Karena aku jurnalistik,
TA aku judulnya Kebijakan Redaksi pada 
Kanal Seni dan Budaya. Berhubungan sama
keredaksian di salah satu media online. 

Penerbit mana ya kak?

Wah ... alhamdulillah kalo mereka
suka sama karyaku."

 
Aku memberi dia kontakku agar kami bisa dengan santai berkenalan dan membicarakan apa yang dia inginkan dari karyaku. Dia, si pengirim itu mengirim pesan via WhatsApp. Jika berkenan, aku disuruh datang ke Jakarta untuk ikut rapat editor. Kamu tahu? Aku bahagia dengan ajakannya. Aku tidak pernah berpikir negatif tentang si pengirim itu. Aku bahkan tidak pernah berpikir bahwa dia orang jahat yang sedang modus untuk menipuku. Entah kenapa.

Jakarta, 2017

Aku bahagia. Sangat bahagia. Saat itu aku pikir, apa ini jalan yang sudah Allah bukakan untukku?

"Hon, aku mau ngajak kamu buat bikin buku. Aku udah lihat instagram kamu dan lucu-lucu banget gambarnya."

Loh? Aku kira aku hanya akan menjadi ilustrator untuk penulis saja. Ternyata aku diajak untuk menjadi seorang penulis di penerbit besar ini.

"Nah, nanti kita bikin satu tema buat buku kamu dengan memakai tokoh kartun kamu yang ada di instagram itu. Siapa namanya? Honhon dan Damar?"

"Iya," jawabku singkat. Saat itu aku masih malu dan merasa belum pantas untuk masuk ke penerbit besar seperti ini.

Jika orang berpikir, enak sekali rasanya perempuan biasa sepertiku tidak perlu bersusah payah mengirim naskah untuk menerbitkan suatu buku, maka jawaban mereka salah. Aku selalu dihantui rasa bersalah dan kecemasan jika buku yang kuterbitkan tidak laku. Bagaimana jika mereka kecewa dengan hasilnya, bagaimana jika karyaku tidak seperti yang mereka inginkan, bagaimana jika mereka menaruh harapan besar padaku namun semuanya akan sia-sia? Bagimana?

Itu yang kupikirkan. Ketakutan-ketakutan itu yang membuatku frustasi.

Aku menjadi sosok yang berambisi ketika aku memulai hidupku yang baru sebagai seorang penulis pemula. Aku menghabiskan waktuku untuk menggambar, mencari ide, mengejar target dan  sibuk memikirkan apakah gambaranku sudah sesuai  atau belum. Sedikit demi sedikit aku sudah tidak peduli lagi dengan skripsiku. Aku lebih mementingkan karyaku ketimbang skripsiku. Sejenak aku melupakan beban skripsiku.


Menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan dua buku membuatku bahagia. Sangat bahagia. Rasanya seperti dilemparkan ke langit. Melambung tinggi ke atas saat karyaku dipuji oleh editorku. Hah... semoga karyaku menjanjikan. Aku akan sangat malu jika karyaku tidak seperti yang mereka harapkan.

"Hon, kita bakal PO 100 buku kamu. Semoga laku ya. Eh kayaknya bisa lebih nih. Apa lima ratus aja ya Hon?"

"Kalau laku kita nanti bakal cetak buku kamu yang ketiga, keempat, kelima dan seterusnya. Kereeenn...."

Berhenti.

"Bener banget, nanti kita buat ide yang baru lagi buat buku kamu."

 Berhenti.

"Semoga ini kejual habis ya Hon. Hebat banget karya kamu. Lucu-lucu gitu. Pasti laku."

Aku mohon berhenti!

Aku mohon berhenti untuk menaruh harapan-harapan itu padaku. Aku tidak bisa menerima itu. Di satu sisi aku bahagia, tapi di satu sisi aku takut untuk menanggung semua beban itu. Aku takut. Aku hanya tersenyum mengangguk dan kembali takut. Aku tahu bahwa ini jalan yang sudah Allah berikan. Tapi entahlah. Aku bahagia dan frustasi dalam waktu yang bersamaan.

Desember, 2017

Dua bukuku sudah terbit. Aku  turut mempromosikan bukuku di instagram ataupun personal ke teman-temanku. Kamu pasti tahu rasanya cita-citamu tercapai dengan baik dan jalan yang tidak berliku. Oh kawan, itu menyenangkan.

Menyenangkan.

Oh, apakah semenyenangkan ini?

Sangat menyenangkan. Kamu harus merasakannya!

Menyenangkan.

Menyenangkan.

Menyenangkan.

Tidak.


Ini tidak lagi menyenangkan.

Jatuh.

Aku jatuh.

Aku frustasi.

Aku ... pesimis.


Ping.

 Aku membuka tabku. pesan via WhatsApp.

Aku terdiam. Ini ... ketakutanku ... menjadi kenyataan.

"Hon, penjualan buku kamu kurang bagus."


Lalu, waktu ini sekan kembali terulang.

"Hon, saya kenal kamu dari Anan. Kamu ... mau buat buku lagi?"

Aku diam. Sedikit takut untuk melangkah maju. Tapi....

"Jangan pesimis, Hon!"






Share:

Minggu, 04 Maret 2018

Hai Dunia Maya, Kamu Hebat!

Senang sekali rasanya berkenalan dan 'berteman lagi' dengan kawan lama. Kami dulu tidak pernah tegur sapa apalagi berbincang lama layaknya kawan seangkatan.

Hei, kamu tau? Betapa hebatnya media sosial yang kembali membuat aku dan dia chatingan panjang tentang suatu hal. Tentang sesuatu yang sebelumnya bahhkan tidak aku ketahui. Dia menyapaku dan bercerita panjang via DM Instagram.

Sekali lagi, aku berterima kasih kepada media sosial yang sudah membuat aku dan dia menjalin hubungan seperti halnya teman seangkatan. Dia menyapaku via DM Instagram, menyapaku ketika aku live instagram, menyarankanku untuk ini dan itu. Banyak sekali kami bercerita panjang lebar di media sosial.

Oh, kukira aku dan dia akan berteman lama. Akan saling mengenal layaknya kami di media sosial. Wahai media sosial, aku bersyukur karena kamu telah membuat tali pertemanan kami yang tadinya tak pernah terikat, kini mulai terikat dengan rapih.

"Hai. Hari ini nggak gambar?'

"Gambar kok."

"Rekam dong. Kamu bikin channel youtube. Lumayan lho...."

"Nggak bisa ngedit."

"Nanti aku yang ngedit."

"Beneran?!"

Aku tidak percaya dia akan mengatakan itu di hari pertama kami chating di Instagram.

"Iya. Santai aja, aku yang ngedit."

"Oke kalau gitu."

Sejak saat itu obrolan kami semakin mengalir walau hanya seputar gambar dan edit video menggunakan alat ini dan itu yang menurut dia mudah untuk kupakai.

Hah ... aku kira kita akan berteman dan bertegur sapa di dunia nyata. Nyatanya dia tidak menyapaku  sebagaimana yang dia lakukan di media sosial. Lihat saja, aku tidak akan menyapanya lebih dulu. Aku ingin melihat apakah dia akan menyapaku atau tidak.

Aku melihatnya kala itu.

Dia di depanku!

Di depanku!

Tapi apa yang dia lakukan? Dia diam. Aku pun tidak bisa menyapanya karena dia pun diam saja. Melihatku saja tidak.

Waw, betapa hebatnya media sosial.

Bukan hanya dia, bahkan ada dia dia lainnya yang seperti itu.

Tring.

Satu buah pesan instagram membuat ponselku berbunyi.

"Hai Hon."

"Oh, hai."

Tumben sekali dia chat aku duluan. Lagi, kejadian ini terulang kembali. Kami tidak pernah saling sapa apalagi mengobrol panjang lebar walau kami teman seangkatan. Dan bodohnya, aku kembali berpikir bahwa aku dan dia bisa berteman layaknya hubungan pertemanan pada umumnya.

"Bikinin aku gambar dong."

"Oh, iya boleh. Tapi bulan ini lagi nggak open order."

"Bukan buat bulan ini kok. Nanti pas wisudaan temen."

"Oh oke. Kontak aja lagi."

"Sumpah, gambar kamu bagus banget!"

"Makasih...."

Dan obrolan kami mengalir sebagaimana aku dan dia pernah berbicara dan bertegur sapa sebelumnya.

Oh hai dunia nyata, ternyata dunia  maya lebih menyenangkan bukan?

Kejadian ini terulang lagi. Setelah aku menggambar untuknya, setelah kami berbicara panjang lebar, aku tahu bahwa aku hanya teman media sosialnya saja.


Sebelumnya aku betanya dalam hati, kenapa mereka selalu datang di saat seperti ini? Saat mereka menginginkan gambaranku?

Lagi. Bukan hanya dia yang memintaku untuk menggambar dirinya dengan 'pasangannya' tapi masih ada dia dia lainnya yang seperti itu.

Hai dunia nyata, tahukah kamu bahwa ketika aku bertemu dengannya, kami tidak saling bertegur sapa kembali?

Lucu bukan? Memang begitulah dunia nyata pada umumnya.

Bukankah media sosial lebih menyenangkan? Aku dan dia dia lainnya masih bisa berbicara panjang lebar atau sekedar 'berpura-pura' berteman?

Bukankah menyenangkan bisa mengobrol tanpa tahu mimik wajah dan apa yang dia pikirkan tentang kita?

Hai dunia maya, ternyata hal-hal seperti itu membuat hatiku perih. Bagaimana bisa temanku seperti itu?

Bagaimana bisa kami hanya bertegur sapa via media sosial, entah itu instagram, line atau facebook?

Maka dari itu, aku harap kita saling bertegur sapa di dunia nyata layaknya kita berbicara akrab di dunia maya. Bisakah kita seperti itu?  
Share:

Jumat, 13 Oktober 2017

Road to DevSummit, Hajatnya Developer Indonesia



Hai semua... hari sabtu gini enaknya ke mana ya? Daripada cuma diam di rumah nggak melakukan apa-apa, mendingan ikut seminar Road to DevSummit Bandung Meet up.

Picture by CodePolitan.com

Yap, CodePolitan sedang mengadakan acara Road to DevSummit di tiga kota. Bandung sebagai kota pembuka, Jakarta lalu Yogyakarta.

CodePolitan berkolaborasi dengan Rafactory dan PHP Indonesia dalam melaksanakan acara ini.



Bukan hanya acara biasa, Road to DevSummit ini merupakan ajang besar bertajuk Indonesia Developer Summit.

Yakin deh, materi yang disampaikan juga menarik banget untuk disimak. Di antaranya ada Artifical Intelligance, Blockchain, dan Open Source. 





Pematerinya pun tak kalah keren. Buat programmer pasti tau dong dengan nama Puja Pramudya, Co-founfer dan Technology Director Radya Labs. Dan Mulia Nasution, Co-founder Refactory Indonesia.

Gimana? Keren nggak? Untuk di Bandung memang sudah tutup karena acaranya sekarang sedang dimulai. Tapi jangan khawatir karena CodePolitan sedang live streaming facebook loh!!

Jadi kamu masih tetap memgikuti seminar melalui ponsel kamu.

Untuk yang belum bisa ikut sekarang, tenang aja!! Masih ada Road to DevSummit Jakarta dan Yogyakarta.

So, don't miss it!!!



Share:

Rabu, 11 Oktober 2017

Kamu Seorang Programmer dan Senang Menulis? Yuk Apply ke CodePolitan!


Hallo semua, terkadang sehabis wisuda pasti kamu selalu ditanya, kapan kerja? Sudah dapat kerja belum? Masih nganggur ya?

Tenang saja, CodePolitan sedang buka lowongan kerja sebagai content writer kerja full time nih. Buat kamu yang suka nulis khususnya tentang pemrograman dan teknologi, bisa apply segera. Untuk menjadi seorang content writer  di CodePolitan, yang kamu butuhkan adalah:

1. Kamu harus memiliki pemahaman tentang pemrograman.

2. Kamu harus menguasai pemrograman PHP dan JavaScript. Bukan hanya dua itu, kalau kamu bisa
    atau ahli pemrograman lain, itu akan menjadi nilai plus untuk kamu.

3. Karena CodePolitan membuka lowongan kerja menjadi content writer, tentu saja keahlian utama
    yang dibutuhkan adalah menulis artikel dengan baik dan benar, terutaman menulis tutorial.
    Kalau kamu punya blog pribadi, itu juga akan menjadi nilai tambah tersendiri untuk membuka
    kesempatan kamu bergabung dengan tim CodePolitan.

4.  Syarat terakhir yang harus kamu miliki adalah kamu harus memiliki jiwa pembelajar dan suka
     ngulik. Tentu saja dengan suka mempelajari hal baru tentang pemrograman dan teknologi. Intinya
     kamu harus gigih dalam mengerjakan sesuatu.


Selain ada syarat yang harus kamu penuhi, ada juga nih benefit yang akan kamu dapatkan jika kamu diterima untuk bergabung di CodePolitan.

Pertama, suasana kantor yang nyaman dan segar.

Kedua, ketika kamu sedang lelah dengan pekerjaanmu, CodePolitan menyediakan panahan dan perpustakaan yang bisa dimanfaatkan. Ada beragam jenis buku yang bisa kamu temukan di perpustakaan CodePolitan yang pastinya akan di-update setiap harinya.Yakin deh, kamu nggak akan nysel kalau bergabung di CodePolitan.

Ketiga, untuk kamu yang beragama islam tenang saja, kantor CodePolitan dekat dengan masjid kok. Jadi nggak usah pusing memikirkan ingin sholat di mana.

Dan terakhir, kamu akan digaji dari 2,8 jt sampai 4jt. Waawww..... gimana ggak tertarik nih? 

Selain itu, semua orang yang ada di CodePolitan juga ramah, hangat dan bersahabat dengan baik. So, tenang aja.. kamu nggak akan merasa kesepian kok di kantor.


JADI, TUNGGU APALAGI?? SEGERA KIRIMKAN CV DAN CONTOH TULISAN KAMU TENTANG PEMROGRAMAN!!

Link :https://www.codepolitan.com/jobs/content-writer-at-codepolitan-wdf07

Share:

Kamis, 05 Oktober 2017

CodePolitan, Tempatnya Programmer Handal

Hallo programmer, tentu kamu sudah tidak asing lagi dengan nama CodePolitan. Yap, CodePolitan merupakan media edukasi yang bergerak di bidang pemrograman dan teknologi. Di sini aku bakal review tepat belajar untuk para programmer di seluruh Indonesia.

Kantor CodePolitan terletak di jalan Cipedes Tengah 1 No.27 Sukajadi Bandung. CodePolitan yang sudah berdiri hampir enam tahun ini dibangun untuk  developer dalam mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang pemrograman dan teknologi. Kebanyakan konten pemrograman dan teknologi menggunakan bahasa Inggris. Tapi tenang saja, konten-konten yang ada di CodePolitan menggunakan bahasa Indonesia agar mudah dipahami  developer Indonesia.

Bagian depan kantor dan kelas CodePolitan

Kelas CodePolitan
Untuk saat ini, CodePolitan hanya membuka kelas offline Basic Android App Development Intensive Class selama seminggu. Peserta yang sudah mendaftar akan diberi modul langsung dari Google Developers. Bahkan dalam seminggu, peserta dipastikan bisa membuat satu aplikasi sederhana seperti aplikasi berita, resep makan, dan lain sebagainya.

Alasan mengapa CodePolitan memilih Android Development, di antaranya karena pasar yang besar, peluang kerja yang melimpah, potensi bergaji tinggi, dan teknologi masa depan.

Tak heran jika CodePolitan menjadi incaran para programmer untuk menjadi peserta di kelas basic android.

 Kelas offline CodePolitan memang berbayar, tapi cukup dengan mengeluarkan biaya 3,5 juta, kamu bisa mendapatkan fasilitas yang memuaskan. Kelas yang nyaman, wifi gratis, T-shirt CodePolitan yang super kece, makan siang, coffee break, stiker dan sertifikat sudah termasuk ke dalam biaya perndaftaran.

Untuk kamu yang berminat belajar di CodePolitan tapi keberadaanmu di luar Bandung, jangan khawatir, sistem yang diterapkan CodePolitan berbentuk karantina yang pastinya menyediakan penginapan. Gunanya supaya kamu bisa fokus pada pembelajaran. Penginapannya pun sangat nyaman. Bantal dan kasur yang bersih, ruangan yang cukup lega, juga kamar mandi bersih dilengkapi shower menjadi kenyamanan sendiri untuk peserta CodePolitan.

Selain itu, pembelajarn di CodePolitan juga bergaransi. Jiksa sampai akhir kamu masih belum bisa membuat aplikasi, CodePolitan memiliki dua pilihan, uang dikembalikan atau kamu bisa ikut kelas selanjutnya tanpa bayar.

Dari data yang di dapat, programer yang ingin sekali belajar di CodePolitan tidak hanya dari Bandung saja. Ada yang jauh-jauh datang dari Lampung, Aceh, Manado, Jakarta, Tangerang, dan daerah luar lainnya. Wah, betapa hebat keinginan belajar mereka. Yuk, jangan mau kalah dengan programmer lain!!

CodePolitan tidak memberi syarat kepada peserta untuk menjadi programmer handal dulu sebelum mendaftar. Asalkan kamu sudah pernah belajar java atau pernah belajar pemrograman (sudah mengenal algoritma), kamu sudah bisa mendaftar dan bergabung menjadi peserta di CodePolitan.
 
 Usut punya usut, selain Basic Android App Development Intensive Class, CodePolitan juga akan membuat kelas baru, yaitu Andorid Developer Expert Bootcamp dan Amazon Web Service Fundamentals yang masih dirahasiakan kapan munculnya kedua kelas tersebut.





Tutor CodePolitan, Bagus sedang syuting tentang  jalur menjadi programmer



CTO CodePolitan, Toni sedang syuting skil menjadi seorang programmer


 Nah, programmer, jika kamu berminat untuk mempelajari lebih dalam mengenai perograman khususnya android, kamu bisa cek website CodePolitan di www.codepolitan.com atau www.school.codepolitan.com 

 
Share: