Hai sobat, aku ingin bercerita tentang kasus penistaan agama. Tidak tidak, mungkin lebih tepatnya aku akan bercerita tentang aku yang menangis hatinya ketika melihat warga Ciamis berjalan kaki menuju Jakarta. Kemarin aku sempat bertanya pada temanku.
“Nu, kamu setuju gak kalau ada demo gitu?”
Ini tentang demo penistaan agama.
“Ga setuju.”
“Kenapa?”
“Ya gak tau.”
“Berarti kontra ya?” tanyaku berusaha mendorong agar ia mengemukakan alasannya.
“Eh, ga juga sih. Ah gimana ya, teuing lah.”
Aku hanya tersenyum mendengar jawabannya. Entah dia takut jika aku bilang bahwa ia kontra terhadap islam, entah dia memang memiliki jawaban pro namun masih juga takut untuk mengemukakan hal itu.
"Pengumuman, peserta demo ddari Ciamis sudah masuk ke daerah Cileunyi.”
Itu suara pengumuman dari masjid Kifa, samping kampusku. Sungguh sobat, pengumuman itu membuatku merinding seketika. Untuk kalian yang selalu bertanya, apakah mereka tetap melaksanakan sholat? Ya!! Mereka akan membela agama, mereka juga akan ttap melaksanakan perintah Allah untuk sholat dan meminta ridha-Nya.
Hari ini seperti biasa, aku melihat facebook-ku untuk memantau sudah sampai mana para mujahid Ciamis itu. Sekali lagi bulu kudukku berdiri, hatiku bergetar hebat saat tahu bagaimana keadaan mereka sekarang.
Dalam berita, aku melihat ada beberapa mujahid yang pingsan, aku juga melihat berita bahwa ada salah satu anak yang kakinya sudah berdarah karena terlalu lama berjalan. Ingat sobat, aku yakin mereka tidak ingin menunjukkan sebuah kata bernama ‘ria’ dalam diri mereka.
Aku, mahasiswa tingkat 4 pun tidak memiliki keberanian lebih seperti mereka. Aku melihat salah satu foto yang aku tahu persis di mana foto itu diambil. Bumi Panyawangan, Bandung. Di dalam foto itu tergambar jelas banyaknya makanan yang disediakan, betapa semua orang menunggu rombongan mujahid Ciamis dengan tatapan menunggu.
Entah dari kapan mereka menunggu para mujahid menuju Bandung itu. Tapi yang kutahu, dengan banyaknya bungkusan makanan yang mereka siapkan, banyaknya air yang mereka sediakan, mereka sudah mempersiapkan itu dari malam-malam sebelumnya.
Ini hanya sepenggal cerita tentang aku yang terus menangis melihat berita itu. Bukan sobat, aku bukan menangis sedih. Aku menangis bahagia, aku menangis bangga, aku menangis haru.
Saat sedang mengusap layar tab sampai bawah, ada status facebook yang membuatku mengangguk mantap. Dalam status itu menuliskan, jika hati anda tidak bergetar, maka hati anda sudah tertutup rapat oleh kehitaman.
Sobat, aku bukan ingin mengajak kalian untuk pro terhadap aksi demo 212 ini. Aku tidak ingin memaksakan kehendak kalian untuk suatu hal yang sekiranya tidak menarik di mata kalian. Aku hanya ingin menulis bahwa tak ada yang tidak bisa dilakukan demi membela agamanya.
Sudah berapa kali aku mengeluarkan tetesan air mata hari ini? Sudah berapa kali hatiku bergetar melihat berita semangat ini? Sudah berapa kali pula aku membaca hal-hal menyakitkan tentang aksi demo 212 ini?
Tadi pagi, sekitar jam 10, mama mengirimku WA. Isinya berupa cerita-cerita tentang mereka-mereka yang benar-benar melihat mujahid Ciamis itu. Aku memabacanya penuh senyuman. Ada beberapa di antara mereka yang bela-bela membeli sandal untuk para mujahid, ada juga mereka yang sudah menyiapkan beberapa kopi untuk para mujahid yang terkena hujan.
Sobat, ada satu orang yang penasaran dengan para mujahid Ciamis itu. Berdasarkan kisah nyata, dia mendekat pada salah satu anak dan bertanya, apa tujuan mereka melakukan hal ini?
Mereka menjawab, “Ini murni dari hamba Allah, bukan dari partai politik yang dituduhkan si penista! Kami tidak bisa ikut long march. Tapi, kami ingin mendukung mereka. Tukang tahu, menyumbang tahu. Tukang emplod, tukang tempe, tukang kerupuk, tukang roti, tukang bala-bala. Bapak lihat sendiri, ini di depan. Semua sumbangan sukarela. Ikhlas, gak ada yang membayar!”
Sobat, merindingkah kalian mendengar jawaban mereka?
Mari kita kembali ke facebook, baru tadi aku ingi menyuap mie ramen ke mulut, namun kuurungkan itu karena melihat satu kisah yang mengharukan. Judul artikel itu, seorang bapak yang menangis ditinggal anaknya berjuang. Ingat sonat, beliau bukan menangis sedih. Dalam cerita beliau mengatakan bahwa beliau akan terus mendoakan anaknya.
“Lihatlah terus ke depan nak, jangan lihat ke belakang. Bapak akan senantiasa mendoakanmu dari sini,” ungkapnya dalam artikel tersebut.
Hai sobat, aku selalu berjarap demo ini akan kembali berjalan dengan lancar. Jangan pedulikan mereka yang kontra. Cukup niatkan hati kalian demi membela agama kalian. Jujur, aku malu pada diriku sendiri. Aku malu. Aku benar-benar malu.
Satu lagi sobat, rombongan Aa Gym sudah bergabung dengan rombongan Ciamis, Garut, dan Tasik untuk berjalan kaki menuju Jakarta. Dan untuk rombongan mujahid saya, Persis (Persatuan Islam) Bandung akan menuju Jakarta nanti malam, pukul 23.00 WIB.
Doaku menyertai kalian.
0 komentar:
Posting Komentar