Kamis, 05 Januari 2017

Namanya Fatih



                                                                    pict: Maori Sakai



Namanya Fatih. Laki-laki sholeh yang kutemui di Cianjur.

Saat itu kampusku  mengadakan KKN atau Kuliah Kerja Nyata yang artinya kita semua terjun ke lapangan untuk tahu bagaimana rasanya ada di tengah masyarakat, membantu masyarakat dan tentu saja untuk menyelesaikan tugas akhir perkuliahan di tingkat akhir.


Namanya Fatih. Laki-laki tak berperasaan yang bertanya padaku lebih dulu.

Awalnya dia memulai percakapan dengan : Nama kamu Nisa? Kamu dari jurusan Jurnalistik?

Kupikir, hei, harusnya dia mengetahui namaku sejak kita bertemu di awal pertemuan kelompok KKN. Ah, tapi yasudahlah, toh aku juga tidak begitu hafal semua nama peserta KKN kelompokku. Mungkin dia juga seperti itu. Sejak awal pertanyaan keluar dari mulutnya, aku menjadi seseorang yang selalu dia suruh untuk mengerjakan tugasnya.


Namanya Fatih. Mahasiswa berprestasi di kampusku.

Aku tidak begitu tahu tentang laki-laki pendiam itu sebelum teman satu jurusan yang tentu saja satu kelompok denganku memberitahuku rahasia besar tentang Fatih. Dia bilang, selagi aku mengerjakan tugas dengan Fatih, banyak mahasiswi yang memperhatikan kami dari jauh. Salah satu dari mereka memulai pembicaraan.

"Kenapa bisa ya?"

"Aneh."

"Padahal setahuku mereka baru kenalan kemarin."

"Dia anak jurnalistik kan?"

Karena penasaran, temanku mendekati mereka dan bertanya, apa yang salah dengan kedekatan kami berdua?

Lalu mereka menjawab, Fatih itu laki-laki yang terkenal jarang berbicara. Sikapnya cenderung tertutup dan berbicara seperlunya  dengan lawan jenis. Fatih juga tidak begitu tertarik untuk dekat dengan perempuan, dalam arti pacaran. Dan sekarang, Fatih dekat dengan seorang perempuan bercelana jins dan berkaos namun bejilbab yang berasal dari jurusan jurnalistik.


Namanya Fatih. Laki-laki pintar yang tak peduli omongan orang.

Awalnya aku heran kenapa mahasiswi kelompok KKN-ku memperhatikanku dengan tatapan menyebalkan dan aneh, mungkin?

Entahlah, tapi tatapan itu membuatku penasaran hingga aku bertanya pada Fatih, ada apa sebenarnya?

Saat itu Fatih hanya mengangkat bahu dan berkata, "Jangan pedulikan mereka. Kerjakan saja tugasmu!"

Tapi lima detik kemudian Fatih bertanya, apa benar aku tidak mengenalnya sama sekali?

Kujawab dengan anggukan singkat. Yang kutahu tentangnya hanya nama dan jurusannya saja. Selebihnya, aku tidak terlalu peduli dengan latar belakang laki-laki itu, sampai akhirnya Dinda, teman baikku yang kuceritakan sebelumnya, bercerita tentang seorang Fatih.

"Oh, pantas saja banyak orang yang melihatku dengan tatapan seperti itu. Terutama mahasiswi." Aku mengunyah roti seribuan yang baru saja kubeli di warung terdekat.

"Menurut cerita juga, dia bakalan ngelanjutin kuliah S2-nya di London. Dan itu gratis tis tis! Dia dapet beasiswa full dari kampus. Ya ampun Nis, gimana kamu bisa enggak tau soal itu?" Dinda berteriak di telingaku.


Namanya Fatih. Laki-laki yang dengan santai menyebutku sebagai calon istrinya.

Kalau tidak salah, waktu itu langit sedang bersahabat denganku. Langit biru, awan putih, angin sepoi-sepoi hingga cucianku kering hari itu. Namun tampaknya tidak dengan fans Fatih yang sudah berdiri di hadapanku. Kalau tidak salah ada seitar tujuh sampai delapan mahasiswi pecinta Fatih di sana.

"Kamu dari jurnal kan ya?" tanya perempuan berkulit sedikit kecoklatan dengan logat sundanya.

"Iya," kujawab singkat.

"Pasti bisa ngebuat kata-kata manis ya?" tanyanya lagi.

Aku diam.  

'Oh, jadi dia ketuanya?' tanyaku dalam hati.

"Kamu enggak ngegunain sesuatu yang aneh kan ya buat ngedeketin Fatih?" tanya teman di sebelahnya.

"Aneh? Maksudnya pelet?" tanyaku yang lagi-lagi dengan santainya.

Kejadian ini sudah sering ada di sinetron-sinetron yang mama tonton di rumah.Satu lawan banyakan, membela laki-laki yang menjadi candu bagi mereka, yang padahal belum tentu si laki-laki itu ingin dijadikan idola. Oh, biasanya laki-laki yang dijadikan idola itu laki-laki yang dingin terhadap lawan jenisnya.

Well, yeah, itu hanya biasanya.

"Ya semacam itu."

"Atau emang kamu punya hubungan spesial sama Fatih?" tanya perempuan yang ada di paling belakang. Fotmasi mereka bentuknya segitiga, seperti formasi girl band dari Korea Selatan.

"Dia calon saya."

Aku menoleh ke samping. Fatih di sana, bersandar di tembok dengan tangan  dilipat di dadanya. Super cool. Tapi saat itu aku hanya membuka mulut dan mataku karena uacapannya. Ingin sekali kuhajar wajahnya karena ucapan menyebalkannya itu

"Bukan bukan.. aku...." Aku mengibaskan telapak tangan di depan wajahku.

"Saya terpaksa menyuruhnya diam karena kalian pasti akan seperti ini," ucap Fatih dengan santainya. Sedangkan aku mulai kalang kabut saat melihat wajah fans Fatih itu. Mereka menatapku bingung? tentu saja! Kuharap kalian bisa membayangkan bagaimana mimik wajah mereka.


Namanya Fatih. Laki-laki yang menyuruhku mengangkat telfon dari Mamanya.

Aku yang masih syok dengan ucapan Fatih tidak begitu menggubris titahannya.

"Ini, ada yang mau ngomong." Fatih menyodorkan poselnya.

"Apaan sih Fatih!" Aku berteriak sebelum akhirnya aku mendengar suara perempuan mengucapkan salam di ponselnya Fatih. Dia me-loundspeaker ponselnya. Oke, aku terjebak.

"Ah iya, Bu, waalaikumsallam."

"Wah, dari suara saja sudah indah begitu, apalagi orangnya. Fatih sering nyerita tentang kamu. Kapan ya kita bisa bertemu, Nisa?"

Yang kutahu, dia mamanya Fatih. Jadi mau tidak mau aku harus bersikap sopan padanya. Sesekali aku menjawab pertanyaan Mama Fatih dengan anggukan kecil, walau aku tahu Mama Fatih tidak bisa melihatnya. Sesekali juga aku mengatakan 'iya' dengan suara pelan.

"Dia yang bakalan jadi calon Fatih ma," ucap Fatih di akhir percakapan dengan sang mama.

"Fatih!" Aku berteriak hingga membuat Fatih menutup telinga. Dan lagi, kenapa dia harus tertawa dengan teriakanku?


Namanya Fatih. Laki-laki yang ingin aku hindari.




not the end..

Share:

9 komentar:

  1. Buat aku aja ka fatih nya /? *Ditimpuk fans fatih 😂😂😂

    BalasHapus
  2. Lumayan yaa bikin baper hahha
    Tapi terlalu beruntung nisanya aku iriii ka

    BalasHapus
  3. bagus kaaak,penasaran sama lanjutannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Cerita ini hanya cerita yang tiba2 muncul di otak. Dan di tahun 2018 ini aki lupa harusnya ceritanya gimana. Hahahaha

      Hapus
  4. Waahh, lumayan bikin temen sebelah aku senyum-senyum sendiri nih. Kak Fatih kalo Kak Nisa ngga mau,, aku bersedia kok wkwk :)

    BalasHapus