Diam, berpikir, bergerak, kembali terdiam. Merasakan dinginnya malam. Suara jangkrik seakan menjadi nyanyian untuk meramaikan malam. Dengkuran lembut seluruh manusia yang sudah melepaskan penatnya, membuang lebih jauh, dan terlelap. Aku seorang diri. Hanya cahaya api lilin yang menerangi kegelapan. Menceritakan betapa indahnya sang malam itu.
Aku terdiam, mengingat bagaimana sang malam tersenyum. Mengingat bagaimana dia mulai melihatku dan menyapaku dengan suara jangkriknya yang merdu. Aku tersenyum. Tersipu malu akan hadirnya sang malam ke dalam hidupku. Bukan hanya hidupku, tetapi juga kehidupanmu. Aku bukan menceritakan siang dan pagi. Aku menceritakan sang malam. Malam yang selalu bersinar karena bintang yang pasti akan menemaninya. Bintang yang membuat sang malam lebih berwarna.
Aku selalu menunggu datangnya malam. Mengapa aku terdiam dan berpikir? Karena ketika aku berpikir, maka aku diam. Untuk apa aku bergerak? Untuk merangkai sebuah kata yang berhubungan dengan sang malam. Dan aku kembali terdiam, karena aku pasti akan memikirkan sang malam dengan bintang yang selalu menjadi andalan keindahannya.
Malam adalah waktu yang tepat untuk menuangkan segala peristiwa yang telah aku alami. Terutama saat sang malam mulai memunculkan dirinya. Sang malam? Ya, sangat gelap. Sulit untuk dicari. Hanya akan tercapai jika memang aku memiliki bulan untuk meraihnya.
Hah, kapankah malam itu? Siapakah sang malam? Tuhan akan menjawab itu semua nanti. Memberiku bulan sebagai cahanya menuju sang malam ketika malam.
Sleep.
0 komentar:
Posting Komentar