Dibalik Demo 411 (part 1)
Malam itu, 16 Oktober, aku dan keluargaku berada di mobil untuk kembali pulang ke Tangerang. Seperti biasa, karena tidak ada kerjaan di mobil, aku membuka media sosialku, khususnya instagram. Media sosial yang selalu kubuka dan kunikmati untuk mencari beberapa gambar. Kulihat beberapa gambar dan caption yang cukup membuatku kaget.
"Pak, ini lagi viral penistaan agama ya?" tanyau pada bapak yang sedang mengemudi.
"Ya ampun Diana, kamu baru tau? Kan banyak di facebook tuh beritanya itu kan beritanya sudah lama."
"Diana baru tau." Aku mengusap layar tabku ke atas dan ke bawah.
Ada beberaa berita disertai gambar tentang, yang katanya penistaan agama. Aku mengangguk dan mengerutkan kening.
"Makanya Di, coba pakai facebook kamu sebagai pencarian berita. Kamu akan tau ada berita apa saja yang sekarang sedang gencar."
Aku menganggung dan membuka kembali fecebook-ku yang sudah lama terkunci begitu saja. Benar, ketika aku membuka facebook, sudah banyak berita tentang penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI di sana.
Seperti biasa, ada yang pro dan ada juga yang kontra. Aku hanya anak manusia yang tidak terlalu mendalami agama. Aku hanya tahu aku diperintahkan untuk sholat lima waktu, menutup auratku, menolong sesama, dan hal-hal yang Tuhanku (red- Allah) perintahkan kepada umat-Nya. Namun jika beritanya seperti ini, hatiku bisa sakit.
Setelah kejadian malam itu, aku kembali diberitahu Bapak bahwa akan ada demo pada 4 November 2016. Saat itu Bapak sakit dan aku harus merawatnya di rumah sakit. Bapak adalah salah satu dari sejuta umat yang akan ikut demo nanti.
Sambil menjaga bapak, aku mendengarkan radi berita yang notabene tidak menerima suapan apapun untuk memperindah berita yang seharusnya buruk rupa. Jadi kuputuskan untuk mendengarkan radio itu saja.
Banyak penelpon yang tentu saja ada yang pro dan kontra terkait adanya demo aksi damai ini. Bapak juga turut mendengarkan radio bersamaku. Karena di rumah sakit, apa yang bisa kulakukan selain mendengarkan radio, makan dan menonton televisi?
"Diana boleh ikut demo?"
"Jangan, organisasi kita tidak mengijinkan perempuan untuk ikut. Khawatir terjadi sesuatu."
"Pak, gimana ya kalau 'beliau' dibebaskan?" tanyaku penasaran.
"Wah, bisa ngamuk itu umat Islam, Di. Begini saja sudah sakit, apalagi bebas," ujar Bapak sebelum memejamkan matanya, tidur.
Sebenarnya aku takut saat mendengar bapak akan ikut aksi demo damai ini. Namun aku memutuskan diam dan mendukungnya dengan doa. Semoga dia baik-baik saja. karena aku yakin, sebelumnya bapak sudah menyiapkan segalanya untuk aksi demo 4 November 2016.
Sampai akhir, ternyata bapak tidak bisa mengikuti aksi demo damai itu karena kondisinya yang masih rentan. Semoga niat bapak mengikuti demo itu menjadi niat baik. Tapi, namanya bapak, ia tak pernah bisa lepas dari yang namanya pemberitaan.
Bapak menonton televisi dan membaca koran untuk mengetahui pesiapan juga tanggapan orang-orang tentang aksi demo 411 itu.
4 November 2016, aku pergi ke Bandung untuk menuntut ilmu kembali di sana.
Aku mengambil waktu pagi untuk pemberangkatan karena dikhawatirkan akan macet nantinya. Mengingat ini demo umat islam terbesar sepanjang masa. Bayangkan saja, semua umat islam, dari seluruh daerah, bahkan penjuru dunia pun ikut dalam aksi demo 411.
Ingin aku mendengarkan kembali radio tak berbayar itu, tapi jaringan sedang jelek. Terpaksa aku menunggu untuk sampai ke Bandung dan membeli kuota.
Selama di bis, aku selalu berdoa, Ya Allah, semoga demo ini berjalan baik hingga akhir.
Aku kembali mengingat perbincanganku dengan bapak di Rumah Sakit.
"Wah, pasti banyak penyelusup nih nantinya," kataku sambil membuka situs berita yang bertebaran di facebook.
0 komentar:
Posting Komentar