***
Setiap aku ingin kembali merantau ke Bandung, bapaklah seseorang yang pasti akan mengantarku ke Pool Budiman setelah subuh. Dapat dipastikan bapak akan menungguku sampai aku siap berangkat.
Di waktu subuh, hari di mana aku akan kembali ke Bandung, seisi rumah, terutama mama akan sibuk menyiapkan segalanya untukku. Mama akan bangun lebih subuh untuk membuatkan segelas teh manis hangat dan membekaliku nasi dengan taburan ampela pedas di atasnya. Tidak lupa juga sendok. Padahal aku punya persediaan sendok di kosan.
Selalu ada yang mama dan bapak ingatkan untukku.
"Jangan lupa casan."
"Jangan lupa laptop, Teh."
"Itu revisian gak akan dibawa?"
"Udah? Gak ada yang ketinggalan?"
Aku selalu rindu saat-saat seperti itu. Tak ingin kulangkahkan kaki keluar rumah ketika waktu itu datang. Mereka yang menyiapkan segalanya, mengingatkan segalanya, menemaniku sampai aku siap pergi lagi ke Bandung. Rasanya tak ingin lagi aku merantau. Ingin tetap ada di dekat mereka.
Bapak sudah siap di luar dengan motor Hondanya. Mama dan kedua adikku pun keluar untuk melambaikan tangan mereka untukku. Selesai memakai sepatu, aku salim pada mama.
Ma, doakan anakmu ini untuk lulus tepat waktu. Aku selalu meminta doanya untuk kelancaranku dalam segala hal.
"Belajar yang bener," ujar mama.
"Hani pergi dulu ya ma. Assalamualaikum."
"Gak ada yang ketinggalan kan?"
Lagi, mama pasti akan bertanya seperti itu. Kalau tidak mama, bapak yang akan bertanya.
"Enggak insyaallah."
Berangkatlah aku menuju Pool Budiman yang pasti keberangkatanku itu dihiasi dengan tangisan adik bungsuku. Dasar, kalau seperti itu mana tega aku meninggalkannya?
***
Sampai di Pool Budiman, aku langsung ke tempat pembeliatan tiket. Karena sekarang Budiman menggunakan sistem Ticketing.
"Mau ke mana, Neng?" tanya bapak penunggu tiket.
"Ke Cileunyi, Pak."
"Langsung naik aja."
Aku pergi dari loket menuju bus bertuliskan Tasik-Tangerang di depannya. Tentu saja dengan bapak yang mengikutiku di belakang. Baiklah, bus sudah penuh. Tak ada lagi tempat duduk yang tersisa. Akhirnya aku dan bapak kembali turun. Menunggu bus selanjutnya.
"Penuh Neng? Ke sana, beli tiket dulu," ujar bapak penunggu tiket .
Aku mengangguk dan pergi lagi meninggalkan bapak menuju loket. Karena busnya beda lagi, aku harus membeli tiket untuk masuk ke bus selanjutnya. Jurusan Kawali-Tangerang.
Setelah mendapatkan tiket, aku kembali ke tempat di mana bapak suda berdiri di samping motornya.
"Dapet Neng?"
"Ini." Aku menunjukkan tiketku. Bangku nomor satu.
"Ya udah, bapak tinggal ya."
Aku mengangguk. Sejujurnya Pak, aku tidak ingin ditinggalkan sebelum aku masuk ke bus. Entahlah, hari itu aku sedang tidak ingin ditinggal oleh bapak. Aku tidak ingin sendirian.
Bapak sudah memegang stang motor. Kukira bapak akan pergi meninggalkanku sendirian. Tapi ternyata bapak hanya memajukan motornya saja. Bapak tidak meninggalkanku sendirian di Pool Budiman. Aku tersenyum. Sudah sering bapak mengatakan hal seperti : "Bapak tinggal ya , Neng."
Sampai akhir, bapak akan tetap menungguku sampai aku duduk manis di dalam bus.
Bus selanjutnya sudah maju ke perbatasan. Aku segera naik bus tersebut dengan bapak yang tentu saja turut naik untuk mengantarku. Memeriksa bahwa putrinya sudah duduk manis di dalam bus.
Aku salim pada bapak.
"Hati-hati ya, Neng. Ntar kalau sudah nyampe Bandung, kabari mama atau bapak. Belajar yang rajin."
Bapak mencium kedua pipiku, mengusap kepalaku lalu turun dari bus.
Terkadang bapak akan menunggu sampai bus yang kutumpangi pergi meninggalkan Pool Budiman. Terkadang bapak akan pergi duluan menuju kantor. Alasannya karena bus yang kutumpangi terlalu siang untuk diberangkatkan. Takut bapak telat ke kantornya yang ada di Jakarta.
Dari jendela bus, putrimu ini selalu melihat sosokmu yang sedang menunggu atau sosokmu yang pergi lebih dulu dengan motormu.
"Semoga bapak sampai kantor dengan selamat."
Selalu itu yang kudoakan untuknya.
(Bandung, 19:36 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar