Tangerang, 11.27 WIB.
Bukankah bahagia itu menyenangkan? Siapa yang tidak bahagia saat diterima masuk sekolah unggulan? Siapa yang tidak bahagia saat mendapatkan apa yang kita inginkan? Siapa yang tidak bahagia saat seseorang yang kamu inginkan benar-benar datang ke dalam hidupmu? Siapa yang tidak senang lulus dengan nilai yang dirasa cukup memuaskan? Dan siapa yang tidak senang saat diterima kerja walaupun ijazah belum keluar?
Entah sejak kapan kata 'bahagia' menjadi sangat menakutkan. Kamu tahu? Rasanya seperti ada beberapa jarum yang tertusuk di kakimu. Sakit.
Dulu aku tidak pernah seperti itu. Aku pun tidak tahu apa penyebabnya. Mungkin dulu aku pernah mengalami rasanya terlalu bahagia namun tiba-tiba juga aku terjatuh. Mungkin dulu aku pernah merasakan indahnya bahagia sampai akhirnya kebahagiaan itu hilang ditelan bumi. Nihil. Tidak berbekas.
Sejam yang lalu, tepatnya sebelum aku menulis ini, aku mendapat telepon dari tempatku melamar kerja. Dia bilang, kamu diterima.
Kamu tahu apa yang kulakukan? Aku hanya menjawab, ya, terima kasih.
Bahkan setelah itu aku mendapat pesan singkat bahwa aku bisa langsung menyerahkan revisian skripsiku di hari minggu mendatang.
Ada letupan kebahagiaan bahkan sempat bersorak bahagia, tapi hilang begitu saja. Tidak jingkrak-jingkrakan penuh kebahagiaan, tidak memeluk mama bapak, tidak juga sujud syukur. Aku hanya bilang kepada diriku, semoga ini jalan yang terbaik.
Entah sejak kapan. Aku pun bingung. Entah sejak kapan aku menjadi penakut seperti ini. Saat kebahagiaan itu muncul, selalu ada hal-hal negative yang terus terngiang dalam kepalaku.
Bisakah aku menjadi seseorang yang mereka inginkan?
Apakah ini tidak akan mengecawakan mereka?
Apakah kedepannya aku akan mendapat kesulitan?
Apakah... apakah... apakah??
Menghindari ketakutan yang selalu muncul setelah aku mendapatkan kebahagiaan, aku selalu menenangkan pikiranku dengan berkata, kalau Allah sudah memberi sesuatu, mungkin itu yang terbaik. Entah itu jalan yang berkelok atau lurus. Lalu ketakutan itu pergi.
Mungkin bukan hanya aku yang seperti ini. Mungkin juga kamu memiliki rasa seperti itu. Maka jalan satu-satunya, tetap bersyukur dan berdoa kepada-Nya.
Kt sama mba..
BalasHapus