Senang sekali rasanya berkenalan dan 'berteman lagi' dengan kawan lama. Kami dulu tidak pernah tegur sapa apalagi berbincang lama layaknya kawan seangkatan.
Hei, kamu tau? Betapa hebatnya media sosial yang kembali membuat aku dan dia chatingan panjang tentang suatu hal. Tentang sesuatu yang sebelumnya bahhkan tidak aku ketahui. Dia menyapaku dan bercerita panjang via DM Instagram.
Sekali lagi, aku berterima kasih kepada media sosial yang sudah membuat aku dan dia menjalin hubungan seperti halnya teman seangkatan. Dia menyapaku via DM Instagram, menyapaku ketika aku live instagram, menyarankanku untuk ini dan itu. Banyak sekali kami bercerita panjang lebar di media sosial.
Oh, kukira aku dan dia akan berteman lama. Akan saling mengenal layaknya kami di media sosial. Wahai media sosial, aku bersyukur karena kamu telah membuat tali pertemanan kami yang tadinya tak pernah terikat, kini mulai terikat dengan rapih.
"Hai. Hari ini nggak gambar?'
"Gambar kok."
"Rekam dong. Kamu bikin channel youtube. Lumayan lho...."
"Nggak bisa ngedit."
"Nanti aku yang ngedit."
"Beneran?!"
Aku tidak percaya dia akan mengatakan itu di hari pertama kami chating di Instagram.
"Iya. Santai aja, aku yang ngedit."
"Oke kalau gitu."
Sejak saat itu obrolan kami semakin mengalir walau hanya seputar gambar dan edit video menggunakan alat ini dan itu yang menurut dia mudah untuk kupakai.
Hah ... aku kira kita akan berteman dan bertegur sapa di dunia nyata. Nyatanya dia tidak menyapaku sebagaimana yang dia lakukan di media sosial. Lihat saja, aku tidak akan menyapanya lebih dulu. Aku ingin melihat apakah dia akan menyapaku atau tidak.
Aku melihatnya kala itu.
Dia di depanku!
Di depanku!
Tapi apa yang dia lakukan? Dia diam. Aku pun tidak bisa menyapanya karena dia pun diam saja. Melihatku saja tidak.
Waw, betapa hebatnya media sosial.
Bukan hanya dia, bahkan ada dia dia lainnya yang seperti itu.
Tring.
Satu buah pesan instagram membuat ponselku berbunyi.
"Hai Hon."
"Oh, hai."
Tumben sekali dia chat aku duluan. Lagi, kejadian ini terulang kembali. Kami tidak pernah saling sapa apalagi mengobrol panjang lebar walau kami teman seangkatan. Dan bodohnya, aku kembali berpikir bahwa aku dan dia bisa berteman layaknya hubungan pertemanan pada umumnya.
"Bikinin aku gambar dong."
"Oh, iya boleh. Tapi bulan ini lagi nggak open order."
"Bukan buat bulan ini kok. Nanti pas wisudaan temen."
"Oh oke. Kontak aja lagi."
"Sumpah, gambar kamu bagus banget!"
"Makasih...."
Dan obrolan kami mengalir sebagaimana aku dan dia pernah berbicara dan bertegur sapa sebelumnya.
Oh hai dunia nyata, ternyata dunia maya lebih menyenangkan bukan?
Kejadian ini terulang lagi. Setelah aku menggambar untuknya, setelah kami berbicara panjang lebar, aku tahu bahwa aku hanya teman media sosialnya saja.
Sebelumnya aku betanya dalam hati, kenapa mereka selalu datang di saat seperti ini? Saat mereka menginginkan gambaranku?
Lagi. Bukan hanya dia yang memintaku untuk menggambar dirinya dengan 'pasangannya' tapi masih ada dia dia lainnya yang seperti itu.
Hai dunia nyata, tahukah kamu bahwa ketika aku bertemu dengannya, kami tidak saling bertegur sapa kembali?
Lucu bukan? Memang begitulah dunia nyata pada umumnya.
Bukankah media sosial lebih menyenangkan? Aku dan dia dia lainnya masih bisa berbicara panjang lebar atau sekedar 'berpura-pura' berteman?
Bukankah menyenangkan bisa mengobrol tanpa tahu mimik wajah dan apa yang dia pikirkan tentang kita?
Hai dunia maya, ternyata hal-hal seperti itu membuat hatiku perih. Bagaimana bisa temanku seperti itu?
Bagaimana bisa kami hanya bertegur sapa via media sosial, entah itu instagram, line atau facebook?
Maka dari itu, aku harap kita saling bertegur sapa di dunia nyata layaknya kita berbicara akrab di dunia maya. Bisakah kita seperti itu?
0 komentar:
Posting Komentar