Pulangku Pada Tulisan

Kemarin aku memang berencana untuk pulang karena hari libur sudah menanti. Lumayan saja walau aku pulang hanya untuk tiga hari. Perpindahan tidur dari Bandung ke Tangerang. Perjalanan yang cukup panjang membuatku jenuh. Rentetan pepohonan tidak membuatku tertarik saat itu. Selama perjalanan panjang dari Bandung menuju Jakarta, aku hanya mendengarkan musik. Namun berbeda ketika aku harus kembali menaiki bus dari Jakarta ke Tangerang. 

Entah apa yang merasuki tubuhku, aku membuka tab yang selalu kubawa. Biasanya aku hanya mengecek instagram atau facebook pribadiku. Sebelumnya aku mendapat chat line dari salah satu temanku di komunitas Journativist SMKAA membuatku terdiam. Dia bilang, tulisan Kang Yudha bagus. Karena penasaran kubuka instagramnya, dan tertera yudhaps.org dalam profil instagramnya.

Kang Yudha adalah salah satu koordinator Journativist SMKAA. Aku suka menulis, dia pun sama. Kami ada dalam rumpun yang sama, Jurnalistik. Kubuka blognya dan kubaca tulisannya yang ia posting pada 4 Mei lalu, berjudul : Menulis? "Rasa" Dulu, Lalu...

Tulisan tersebut cukup membuatku menerka apa yang harus kulakukan saat aku menulis. Pengalaman menulisku cukup buruk. Aku bahkan pernah dikritik oleh salah satu penerbit karena tulisanku yang kurang 'berbumbu' dan  kurangnya pendalaman terhadap tokoh yang kutulis.

Sebelumnya aku pikir, ketika aku menulis, aku membutuhkan tempat yang nyaman dan suasana yang mendukung untuk mengikuti alur cerita yang kubuat. Namun dalam tulisannya, ternyata bukan itu yang harus kulakukan. Tulisannya yang berjalan mengikuti arus membuatku paham bahwa memang ketika menulis aku tidak harus membutuhkan susana yang nyaman dan hujan rintik-rintik.  Aku hanya membutuhkan rasa yang tepat pada apa yang akan kutulis.

Rasa yang mungkin hingga saat ini aku belum menemukan bagaimana caranya supaya aku mendapatkan rasa yang kuinginkan. Aku mengangguk paham lalu mengusap jempolku pada layar tab untuk membaca tulisan Kang Yudha selanjutnya.

Ada tulisan yang cukup membuatku tertarik. Tulisan tentang perjalanan nyata yang ia alami sendiri, ia tuangkan dalam blog pribadinya. Ada tiga tulisan Kang Yudha yang membuatku tak ingin berhenti membaca. Tulisannya yang berjudul: Satu Rumpun, Satu Rasa, Beda Negara ; Ketulusan Itu Berjuluk Masyarakat Desa ; dan SMK di Mandalamekar, Ikhtisar Membangun Masyarakat Desa.

Ketiga tulisan itu yang sukses membuatku tak ingin berhenti untuk membacanya. Cerita tentang masyarakat, kehidupan dan perjalanannya yang cukup menyenangkan. Dalam hati aku berdoa, semoga aku bisa menjadi sepertinya. Entah itu dari sisi tulisan ataupun perjalannya ke tempat yang asing bagi telingaku.

Hei, aku bahkan tidak tahu ada Desa Mandalamekar di Tasikmalaya. Padahal enam tahun lamanya aku menetap di sana. Aku bahkan baru mendengar ada perbatasan antar negara walau mereka masih satu rumpun di Nusa Tenggara Timur.

Selama membaca tulisannya aku terus mengangguk dan berdecak kagum. Karena asik membaca, aku sampai tidak sadar bahwa aku sudah sampai di Tangerang. Terakhir tulisan Kang Yudha yang kubaca, tentang Jurnalisme Kepiting Ala Kompas. Kupikir Jurnalisme Kepiting adalah julukan 'kasar' yang ditujukan untuk wartawan  lelet. Bahkan aku sempat berpikir, koran sekelas Kompas dijuluki sebagai penganut jurnalisme kepiting?

Ternyata setelah kubaca hingga akhir, Juralisme Kepiting dipakai Kompas pada tahun 1978, saat rezim Soeharto membatasi para jurnalis untuk menyebarkan berita. Jurnalisme Kepiting ala Kompas memiliki misi, berita digunakan bukan untuk mengkritik secara membabi buta, namun untuk membuka solusi yang tepat.

Angkutan Kota (Angkot) sudah menungguku di ujung jalan sana. Kumasukan tabku lalu menyeberang. Pergi meninggalkan bus dengan membawa bekal tulisan Kang Yudha yang telah kusimpan dalam ingatan. Mungkin nanti akan kubaca tulisan Kang Yudha selanjutnya.